17 Februari, 2009

LAKUKAN HAL YANG SEDERHANA DENGAN KEKUATAN CINTA YANG BESAR

M. Syahrul Qodri

Sore itu, senja diliputi mendung dari selatan bergulung-gulung gelap, menandakan hujan akan segera turun menerpa permukaan bumi Yogyakarta. Hujan, senantiasa membawa ingatanku kepada masa kecil, bermain air, ceria tanpa beban, apalagi jika sempat main bola di jalanan yang sepi. Jika hujannya turun di waktu malam, orang-orang tua, khususnya kakekku akan becerita banyak tentang berbagai hal, dongeng-dongeng misterius yang menciutkan nyali, namun menumbuhkan imajinasi yang luar biasa tinggi.

Sore itu, di saat yang bersamaan, SAC (Saturday Acting Club) tengah mempersiapkan pementasan yang berjudul GIFT (Dongeng Cinta di Musim Hujan). Setelah malam mulai bergulir, tanpa peduli akan hujan yang mengancam perjalanan, kubergerak menuju Room Mate Visual Art Curatorial Lab, tempat pertunjukan belangsung. Hujan menderaku dalam perjalanan, dan terasa sangat menggangu, namun langkahku tidak surut ke pertunjukan.

Singkat cerita, pertunjukan dimulai. Hujan masih turun waktu itu, dan Oh, alangkah enaknya suasana remang2, hujan gemericik di atas genteng, lalu Dongeng Musim Hujan bergulir kata demi kata.

Pentas (teater) itu memang berupa cerita-cerita yang memiliki makna dalam, yang langsung menohok ke dalam relung setiap penontonnya. Dongeng Musim Hujan yang diceritakan saat hujan berlangsung memiliki arti tersendiri, persis seperti cerita dongeng tentang seorang pemuda yang memamerkan hatinya, namun kalah oleh hati seorang tua yang penuh tambalan. Tambalan hati itu disebabkan karena ia merobeknya sendiri, lalu memberikan kepada orang lain, dengan tulus tentunya, lalu orang lain memberikan kembali hatinya, sehingga hati demi hati robek sana-sini akibat dari saling memberi kasih saying yang didasari ketulusan.

Suara petir menyambar di atas gedung. Seorang penonton wanita di dekatku merasa kaget. Kuperhatikan wajahnya yang pucat berlumuran air mata. Ia berbisik di telingaku, “…pentas ini…, aku teringat pada masa kecilku yang indah…”. Sementara itu, beberapa saat kemudian, seorang gadis manis di belakangku yang ditemani kekasihnya, mukanya memerah seperti tersipu.

Kekasihnya mencubit pipi gadis itu sambil berbisik, “… dasar egois…!”. Entah apa maksudnya, tapi yang ada di panggung saat itu adalah perdebatan sepasang kekasih tentang suara ayam dan bebek. Kekasih yang diliputi oleh segunung cinta dan bertaburan asmara itu, akhirnya menyepakati bahwa “wek…wek…wek…, adalah suara ayam”, alias bukan "suara bebek".

Pentas itu memang mampu membawa para penontonnya untuk berfikir kembali tentang cinta, tentang hati mereka, tentang ketulusan mereka, dan tentang apa yang bisa mereka lakukan untuk cinta. Hal ini menunjukkan suatu kesuksesan yang luar biasa bagi SAC. Pada dasarnya penonton adalah pencipta kreatif makna (mereka tidak sekedar menerima begitu saja makna-makna tekstual) dan mereka melakukannya berdasarkan atas kompetensi kultural yang dimiliki sebelumnya yang dibangun dalam konteks bahasa dan relasi sosial Chris Barker (2000:281).

Menonton seni pertunjukan adalah sebuah tindakan atau praktek individu/kelompok dengan membawa dan mempertaruhkan berbagai bentuk modal yang dimilikinya dalam ranah seni pertunjukan, yang pada akhirnya secara tidak disadari menjadi habitus yang melekat pada diri seseorang/kelompok. Dalam hal ini, rumus generatif yang diajukan oleh Bourdieu (habitus x modal) + ranah = praktek terurai bersama kenyataan yang ada di masyarakat (Qodri, 2008). Berarti, masyarakat datang menonton bukan dengan harapan kosong. Mereka memiliki modal sosial dan modal ekonomi yang akan mempengaruhi pandangannya terhadap sebuah pertunjukan.

Dalam hal ini, SAC mampu merangkul penontonnya, membuainya dalam lingkaran dongeng yang secara langsung menohok ke dalam relung jiwa, memaksanya berfikir kembali khususnya tentang cinta, tentang hati mereka, tentang ketulusan mereka, dan tentang apa yang bisa mereka lakukan untuk cinta. Dengan kata lain, meski hujan mengancam, tetapi penonton hadir dari berbagai kalangan, dan justru hujan itulah yang memberi nuansa semakin terasa.

Sang pendongeng mengatakan, “…lakukanlah hal-hal yang kecil. Hal-hal yang sederhana. Tetapi lakukanlah itu dengan kekuatan cinta yang besar..."….

Tidak ada komentar: