27 Maret, 2009

SENIMAN menjadi PRESIDEN?

Mari kita simak berita ANTARA berikut ini...,

Surabaya (ANTARA) - Tidak hanya Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Sutrisno Bachir (SB) yang datang berkampanye di Jawa Timur, namun aktor kawakan Deddy Mizwar, pelawak Eko Patrio, dan pelawak Mandra pun "menyaingi" petinggi Parpol yang sudah lama berkecimpung dalam dunia perpolitikan itu. Bahkan, Deddy Mizwar yang merupakan aktor yang dikenal dengan sinetron "Kiamat Sudah Dekat" itu datang ke Surabaya untuk menerima dukungan 13 partai politik (Parpol) sebagai Presiden RI.

Para pengurus 13 Parpol nonparlemen di Jatim itu menandatangani dokumen Deklarasi Koalisi Merak (Mengutamakan Rakyat) di Surabaya, untuk mengajukan Deddy Mizwar dan Saurip Kadi sebagai pasangan Capres-Cawapres.

"Kami berharap koalisi ini bisa memenuhi parliamentary threshold (ambang batas perolehan kursi di DPR) sebanyak 2,5 persen, sehingga pasangan Deddy-Saurip bisa kami ajukan sebagai Capres-Cawapres," kata Siti Rohani, selaku Ketua Panitia Deklarasi Koalisi Merak.

Menurut dia, kalau saja Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memutuskan parliamentary threshold sebesar 2,5 persen, mungkin partai-partai itu tidak perlu mengadakan koalisi.
"Seharusnya semua parpol berhak mengajukan calon sendiri-sendiri, apalagi ke-13 parpol ini tidak memiliki cacat dan tidak pernah menyakiti hati masyarakat. Beda dengan partai-partai besar yang kadernya duduk di lembaga legislatif," kata Rohani.
Sementara itu, Deddy Mizwar menegaskan, terbentuknya Koalisi Merak sebagai bukti keseriusan dirinya sebagai capres.
"Justru para pemimpin parpol besar yang tidak serius mencalonkan dirinya sebagai presiden karena masih menunggu Pemilu. Kalau kami, sejak awal sudah serius," kata pria berusia 54 tahun itu.

Keseriusannya terjun dalam politik praktis itu, lanjut dia, dilatarbelakangi oleh keresahan masyarakat terhadap situasi politik, ekonomi, dan sosial budaya saat ini.
"Tapi yang perlu diingat niatan kami terjun ke dunia politik, bukan untuk mengejar popularitas dan kekuasaan. Kami hanya ingin menjawab keresahan masyarakat," katanya.
Dalam pencalonannya sebagai Presiden RI itu, dia menggandeng Saurip Kadi, purnawirawan TNI berpangkat Mayor Jenderal yang pernah menjadi anggota DPR dari Fraksi TNI/Polri.

Ke 13 parpol yang mendeklarasikan Koalisi Merak itu adalah Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI), Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), Partai Kedaulatan, Partai Pemuda Indonesia (PPI), Partai Nasional Indonesia Marhaen (PNI Marhaen), dan Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI).
Selain itu, Partai Pelopor, Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Indonesia Sejahtera (PIS), Partai Merdeka, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI), dan Partai Buruh.

Sumber : http://id.news.yahoo.com/antr/20090327/tpl-deddy-mizwar-dan-eko-patrio-saingi-s-cc08abe.html

Sebagaimana kita ketahui, rakyat Indonesia saat ini sudah sangat pesimis terhadap perkembangan bangsanya sendiri, terlebih lagi ketika banyak yg mengambil langkah GOLPUT dalam menyikapi berbagai perkembangan politik.

Pertanyaannya adalah, Mas Dedy kini hendak terjun..., (entah itu hanya sebatas WACANA, ataupun serius...), apakah ini menjadi suatu gejala akan adanya harapan baru di didunia perpolitikan Indonesia?
Semoga para seniman Indonesia dapat melihat ini, dan para mahasiswakritis terhadap segala yang terjadi, dan jangan sampai terjerembab ke dalam arus politik yang semakin busuk.

17 Maret, 2009

Teater Putih dalam Kenangan

PRESE


Kenangan tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi dibentuk oleh apa yang telah diperbuat. Apa yang diperbuat, tidak mengalir dengan sendirinya, tanpa adanya kesadaran untuk "mau" berbuat. Kesadaran tidak hinggap dengan tiba-tiba, tetapi ia kan datang saat kita bertanya dalam gelisah. Bertanya dalam gelisah, berarti kita sudi untuk berpikir, apa yang mesti diperbuat, dengan sadar, dan akhirnya, orang akan bertanya-tanya gelisah untuk mengukir kenangan baru ..., tentang kita.


LALECON



Hal ini berarti, kenangan itu mesti "dibuat"
Pahit manisnya, untuk kita teguk bersama lusa nanti...

EGON

04 Maret, 2009

PENELANJANGAN JIWA MANUSIA DALAM "INSPEKTUR JENDERAL" KARYA NIKOLAI GOGOL

oleh : Syukrina Rahmawati (rina_sf@yahoo.co.id)

Apresiasi sebuah drama sering dikategorikan sebagai bentuk pencerminan kehidupan masyarakat yang menjadi representasi kondisi sosial. Tidak sedikit drama yang isinya padat dengan kritikan-kritikan dan sindiran-sindiran terhadap isu perilaku masyarakat yang merajalela. Terkadang drama-drama tersebut sekaligus menjadi bentuk protes beberapa kalangan pada apa yang terjadi di kehidupan sosial masyarakat tertentu. Seperti drama Albert Camus yang berjudul Caligula berisi tentang kritikan terhadap sifat-sifat dasar manusia yang terlalu pasrah akan takdir sehingga membekukan harapan-harapan manusia itu sendiri dalam suatu kemajuan, dan drama Putu Wijaya yang berjudul DOR berisi tentang sindiran dan protes terhadap pemerintah dalam hal penegakan hukum yang tidak adil di Indonesia pada zaman orde baru.

Begitu pula halnya dengan drama komedi yang berbalut satire dari Rusia pada tahun 1836: Inspektur Jenderal karya Nikolai Gogol. Nikolai Gogol (1 April 1809 – 4 Maret 1852) adalah salah satu sastrawan Rusia pada akhir periode sastra romantik yang pada zaman Tsar menulis beberapa karyanya dalam bentuk karya sastra seperti drama sebagai bentuk sindiran dan kritikan juga penuh dengan ejekan terhadap pemerintah. Ia begitu apik sekaligus kocak. Karya-karyanya bersifat realis, biasanya diangkat dari fenomena kehidupan sosial yang ada di sekitar masyarakatnya dan sepenuhnya hasil rekaan pengarang semata.

1. Kemerosotan nilai-nilai kemanusiaan
Drama ini (Inspektur Jenderal) menyajikan sindiran-sindiran dan gambaran perilaku birokrasi Rusia di bawah Tsar. Seperti pada tokoh-tokoh para pejabat dalam drama ini mulai dari walikota pengawas sekolah, hakim, pengawas lembaga-lembaga sosial, kantor pos dan bahkan tuan tanah lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada rakyatnya ketika ada seorang pemuda (Hleskov) yang dikira sebagai utusan dari pemerintah pusat (Tsar) datang mengunjungi daerah mereka. Mereka lebih sibuk menyelamatkan kepentingan mereka dan menopengi perbuatan kejamnya dengan berbagai cara.

Berbagai bentuk kejahatan mereka, telah membuat rakyat sengsara seperti korupsi, manipulasi, dan suka menindas rakyat jelata. Kekhawatiran dan kegelisahan melanda ketika mendengar kabar bahwa ada seorang Inspektur Jenderal dari kota Pyotrgrad datang ke wilayah mereka.
"Ini namanya baru celaka," keluh Ammos Fedorovich.
"Seolah penderitaan kita belum cukup berat," tambah Artemy Filippovich.
"Ya Tuhan, dengan tugas rahasia lagi," sambung Luka Lukich. (IJ: hal. 7)

Jika kedatangan tuan Inspektur itu datang secara terang-terangan tanpa ada yang ditutup-tutupi, mereka berpikir akan dapat mempersiapkan segalanya yaitu dengan merapikan bentuk-bentuk kekejaman birokrasi yang telah diperbuat dan juga dapat diadakan kompromi kepada ‘Inspektur tak dikenal’ itu dalam mengatasi permasalahan yang timbul. Di pihak lain, mereka telah berpikir jangan-jangan tanpa sepengetahuan mereka inspektur jenderal itu telah menemukan kebusukan dalam tubuh birokrasi. Menanggulangi hal tersebut, walikota (Anton Antonovich) memerintahkan seluruh jajarannya untuk secepatnya memanipulasi segala bukti tindak kejahatan mereka di berbagai bidang agar tidak tercium oleh Inspektur itu dan mereka pun terhindar dari musibah pelengseran jabatan yang dikiranya akan terjadi.

“Betul atau tidak, pokoknya tuan-tuan sudah kuperingatkan. Begini: Aku sudah membuat persiapan. Dan kalian kunasihatkan supaya melakukan hal yang sama. Terlebih-lebih kau Artemy Fillippovich. Tidak sangsi lagi, pejabat yang lewat itu pasti terlebih dahulu memeriksa lembaga-lembaga sosial yang berada di bawah departemen kita.” (IJ: hal. 10)

Kutipan di atas membuktikan bahwa seorang pejabat tertinggi di suatu wilayah dapat tergoyahkan dengan mudah hanya karena mendengar berita kabur mengenai kedatangan seorang pemuda yang tak dikenal yang dikiranya seorang Inspektur utusan pemerintah pusat (Tsar). Begitulah bukti sifat manusia sebenarnya yang digambarkan dari segelintir karakter pada tokoh-tokoh dalam drama Inspektur Jenderal.
Meskipun bergaya komedi satire, namun Gogol mampu membongkar dasar-dasar sifat buruk manusia dengan menelanjangi jiwa manusia yang sesungguhnya dipenuhi oleh unsur negatif. Manusia tidak lepas dari nafsu yang tidak habis jika peluang mendapatkan apa yang diinginkan terbuka bebas di depan mata. Gogol memperlihatkan begitu miskinnya moral manusia ketika dihadapkan pada satu kesempatan yang menggiurkan baik itu berupa materi atau pun jabatan tinggi. Bahkan untuk memperoleh semua itu, manusia bisa saja melakukan hal di luar dugaan misalnya menyiksa dan membunuh. Akan tetapi, drama ini sesungguhnya penuh dengan kekonyolan seolah Gogol mengibaratkan sejahat apa pun manusia pada dasarnya memiliki kecerobohan-kecerobohan yang dapat mengocok perut sehingga pembaca tidak merasa ada permasalahan serius dibalik cerita drama ini apalagi bagi pembaca yang masih awam.

2. Antara Realisme, Romantisme, dan Materialisme

Pasti sekiranya kita tidak menyangka dalam drama Inspektur Jenderal ini terdapat tiga aliran filsafat sekaligus di dalamnya, yaitu aliran realisme, aliran romantisme dan aliran materialisme. Aliran realisme ditunjukkan bahwa adanya penggambaran kehidupan sehari-hari yang jujur, obyektif, teliti, dan rinci dalam menampilkan seluruh kejadian kehidupan termasuk kebobrokan yang terjadi. Seolah-olah drama ini merupakan salah satu perwujudan representasi kehidupan sosial umat manusia pada suatu masa sehingga secara sadar dapat menyajikan fakta-fakta dan mendorong pembaca atau penonton untuk berpikir kritis. Misalnya: peristiwa Walikota beserta jajarannya yang melakukan tindak kejahatan di berbagai bidang terhadap rakyatnya (IJ: hal. 10), peristiwa rakyat yang mengadukan nasibnya terhadap seorang yang dianggapnya sebagai penolong (IJ: hal. 111), dan peristiwa seorang pemuda yang memiliki bakat sebagai seorang penyair (IJ: hal. 119).

Sedangkan aliran romantisme yaitu aliran yang lebih menekankan emosi dan kebebasan individu juga mementingkan perasaan dan imajinasi, dapat dilihat dengan adanya unsur-unsur persajakan (romantis) dalam drama ini sebagaimana yang diungkapkan oleh tokoh Hlestakov di beberapa adegan dimana ia begitu menjunjung tinggi nilai-nilai perasaan yang berbau romantisme, seperti jatuh cinta (IJ: hal. 119 dan hal. 121) dan adanya adegan Hlestakov yang secara tidak sengaja menyusun sebuah skenario drama merujuk pada kenyataan yang sedang ia hadapi saat itu (IJ: hal. 147).
Aliran materialisme sepertinya juga menyemarakkan kelengkapan dari keseluruhan isi drama Inspektur Jenderal tersebut, yaitu dengan adanya tokoh-tokoh yang kesemuanya ternyata memiliki sifat materialistis bahwa segala sesuatunya dicapai berdasarkan materi. Mulai dari tokoh Walikota dan keluarganya (IJ: hal. 131) beserta jajarannya sampai kepada rakyat: saudagar (IJ: hal. 135) juga Hlestakov sendiri bahkan dia yang lebih mendominasi untuk memperoleh materi dengan alasan untuk membiayai perjalanannya dan kebutuhan lainnya.

3. Penutup
Drama Inspektur Jenderal ini adalah bentuk fiksi dari realitas yang terjadi di Rusia pada zaman Tsar (kekaisaran). Kata-kata Inspektur Jenderal menjadi momok menakutkan saat itu dikarenakan menjamurnya tindak kejahatan yang termanipulasi oleh pemerintah terhadap rakyatnya. Contoh-contoh perilaku yang ditampilkan menjadi cerminan bagi kita bagaimana dan apa saja yang dilakukan oleh seorang yang terhadap orang lain (dalam hal ini yang tertindas) serta pada dasarnya yang tertindas itu juga telah diracuni oleh perilaku penindas tersebut.